Minggu, 28 April 2013

PARADIGMA BELAJAR ABAD 21


Pergeseran Paradigma Belajar Abad 21

Tema pengembangan kurikulum 2013 adalah dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi. Diakui dalam perkembangan kehidupan dan ilmu pengetahuan abad 21, kini memang telah terjadi pergeseran baik ciri maupun model pembelajaran. Inilah yang diantisipasi pada kurikulum 2013. Skema 1 menunjukkan pergeseran paradigma belajar abad 21yang berdasarkan ciri abad 21 dan model pembelajaran yang harus dilakukan.
iklan2-skema1
iklan2-gambar1
iklan2-gambar2
Sedang gambar 1 adalah posisi kurikulum 2013 yang terintegrasi sebagaimana tema pada pengembangan kurikulum 2013. Sudah barang tentu untuk mencapai tema itu, dibutuhkan proses pembelajaran yang mendukung kreativitas. Itu sebabnya perlu merumuskan kurikulum yang mengedepankan pengalaman personal melalui proses mengamati, menanya, menalar, dan mencoba (observation based learning) untuk meningkatkan kreativitas peserta didik. Di samping itu, dibiasakan bagi peserta didik untuk bekerja dalam jejaringan melalui collaborative learning. Pertanyaannya, pada pengembangan kurikulum 2013 ini, apa saja elemen kurikulum yang berubah? Empat standar dalam kurikulum meliputi standar kompetensi lulusan, proses, isi, dan standar penilaian akan berubah sebagaimana ditunjukkan dalam skema elemen perubahan.
Perubahan yang Diharapkan
Pengembangan kurikulum­­ 2013, selain untuk memberi jawaban terhadap beberapa permasalahan yang melekat pa­da kurikulum 2006, bertujuan ju­ga untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan meng­omunikasikan (mempresentasikan), apa yang di­ per­oleh atau diketahui setelah siswa menerima materi pembelaj­aran.
iklan2-skema2
Melalui pendekatan itu di­harapkan siswa kita memiliki kom­petensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang jauh lebih ba­ik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif. Sedikitnya ada lima entitas, masing-masing peserta didik, pendidik dan tenaga kepe­ndidikan, manajemen satuan pendidikan, Negara dan bangsa, serta masyarakat umum, yang diharapkan mengalami perubahan. Skema 2 menggam­barkan perubahan yang diharapkan pada masing-masing en­itas.http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/uji-publik-kurikulum-2013-2

PENYEDERHANAAN TEMATIK INTEGRATIF


Uji Publik Kurikulum 2013: Penyederhanaan, Tematik-Integratif

Pengembangan Kurikulum 2013 dilakukan dalam empat tahap. Pertama, penyusunan kurikulum di lingkungan internal Kemdikbud dengan melibatkan sejumlah pakar dari berbagai disiplin ilmu dan praktisi pendidikan. Kedua, pemaparan desain Kurikulum 2013 di depan Wakil Presiden selaku Ketua Komite Pendidikan yang telah dilaksanakan pada 13 November 2012 serta di depan Komisi X DPR RI pada 22 November 2012. Ketiga, pelaksanaan uji publik guna mendapatkan tanggapan dari berbagai elemen masyarakat. Salah satu cara yang ditempuh selain melalui saluran daring (on-line) pada laman http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id , juga melalui media massa cetak. Tahap keempat, dilakukan penyempurnaan untuk selanjutnya ditetapkan menjadi Kurikulum 2013.
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan.
Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.
Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik.
Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah bagian dari melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Paparan ini merupakan bagian dari uji publik Kurikulum 2013, yang diharapkan dapat menjaring pendapat dan masukan dari masyarakat.

Menambah Jam Pelajaran
Strategi pengembangan pendidikan dapat dilakukan pada upaya meningkatkan capaian pendidikan melalui pembelajaran siswa aktif berbasis kompetensi; efektivitas pembelajaran melalui kurikulum, dan peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru; serta lama tinggal di sekolah dalam arti penambahan jam pelajaran.
gambar1
skema1
Skema 1. menyajikan tentang Strategi Peningkatan Efektivitas Pembelajaran. Sedang gambar 1. menggambarkan tentang strategi meningkatkan capaian pendidikan, yang digambarkan melalui sumbu x (efektivitas pembelajaran melalui kurikulum, dan peningkatan kompetensi dan prefesionalitas guru), y (pembelajaran siswa aktif berbasis kompetensi) dan z (lama tinggal di sekolah dalam arti penambahan jam pelajaran).
Rasionalitas penambahan jam pelajaran dapat dijelaskan bahwa perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu) dan proses penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output) memerlukan penambahan jam pelajaran. Di banyak negara, seperti AS dan Korea Selatan, akhirakhir ini ada kecenderungan dilakukan menambah jam pelajaran. Diketahui juga bahwa perbandingan dengan negara-negara lain menunjukkan jam pelajaran di Indonesia relatif lebih singkat. Bagaimana dengan pembelajaran di Finlandia yang relatif singkat. Jawabnya, di negara yang tingkat pendidikannya berada di peringkat satu dunia, singkatnya pembelajaran didukung dengan pembelajaran tutorial yang baik.
Penyusunan kurikulum 2013 yang menitikberatkan pada penyederhanaan, tematik-integratif mengacu pada kurikulum 2006 di mana ada beberapa permasalahan di antaranya; (i) konten kurikulum yang masih terlalu padat, ini ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak; (ii) belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional; (iii) kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum; (iv) belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global; (v) standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru; (vi) standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala; dan (vii) dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir.
skema2
skema3
Skema 2 menggambarkan tentang kesenjangan kurikulum yang ada pada konsep kurikulum saat ini dengan konsep ideal. Kurikulum 2013 mengarah ke konsep ideal. Sedang skema 3 menjelaskan alasan terhadap pengembangan kurikulum 2013

PENYEDERHANAAN TEMATIK INTEGRATIF


Uji Publik Kurikulum 2013: Penyederhanaan, Tematik-Integratif

Pengembangan Kurikulum 2013 dilakukan dalam empat tahap. Pertama, penyusunan kurikulum di lingkungan internal Kemdikbud dengan melibatkan sejumlah pakar dari berbagai disiplin ilmu dan praktisi pendidikan. Kedua, pemaparan desain Kurikulum 2013 di depan Wakil Presiden selaku Ketua Komite Pendidikan yang telah dilaksanakan pada 13 November 2012 serta di depan Komisi X DPR RI pada 22 November 2012. Ketiga, pelaksanaan uji publik guna mendapatkan tanggapan dari berbagai elemen masyarakat. Salah satu cara yang ditempuh selain melalui saluran daring (on-line) pada laman http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id , juga melalui media massa cetak. Tahap keempat, dilakukan penyempurnaan untuk selanjutnya ditetapkan menjadi Kurikulum 2013.
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan.
Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.
Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik.
Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah bagian dari melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Paparan ini merupakan bagian dari uji publik Kurikulum 2013, yang diharapkan dapat menjaring pendapat dan masukan dari masyarakat.

Menambah Jam Pelajaran
Strategi pengembangan pendidikan dapat dilakukan pada upaya meningkatkan capaian pendidikan melalui pembelajaran siswa aktif berbasis kompetensi; efektivitas pembelajaran melalui kurikulum, dan peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru; serta lama tinggal di sekolah dalam arti penambahan jam pelajaran.
gambar1
skema1
Skema 1. menyajikan tentang Strategi Peningkatan Efektivitas Pembelajaran. Sedang gambar 1. menggambarkan tentang strategi meningkatkan capaian pendidikan, yang digambarkan melalui sumbu x (efektivitas pembelajaran melalui kurikulum, dan peningkatan kompetensi dan prefesionalitas guru), y (pembelajaran siswa aktif berbasis kompetensi) dan z (lama tinggal di sekolah dalam arti penambahan jam pelajaran).
Rasionalitas penambahan jam pelajaran dapat dijelaskan bahwa perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu) dan proses penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output) memerlukan penambahan jam pelajaran. Di banyak negara, seperti AS dan Korea Selatan, akhirakhir ini ada kecenderungan dilakukan menambah jam pelajaran. Diketahui juga bahwa perbandingan dengan negara-negara lain menunjukkan jam pelajaran di Indonesia relatif lebih singkat. Bagaimana dengan pembelajaran di Finlandia yang relatif singkat. Jawabnya, di negara yang tingkat pendidikannya berada di peringkat satu dunia, singkatnya pembelajaran didukung dengan pembelajaran tutorial yang baik.
Penyusunan kurikulum 2013 yang menitikberatkan pada penyederhanaan, tematik-integratif mengacu pada kurikulum 2006 di mana ada beberapa permasalahan di antaranya; (i) konten kurikulum yang masih terlalu padat, ini ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak; (ii) belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional; (iii) kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum; (iv) belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global; (v) standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru; (vi) standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala; dan (vii) dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir.
skema2
skema3
Skema 2 menggambarkan tentang kesenjangan kurikulum yang ada pada konsep kurikulum saat ini dengan konsep ideal. Kurikulum 2013 mengarah ke konsep ideal. Sedang skema 3 menjelaskan alasan terhadap pengembangan kurikulum 2013

Uji Publik Kurikulum 2013: Penyederhanaan, Tematik-Integratif

Pengembangan Kurikulum 2013 dilakukan dalam empat tahap. Pertama, penyusunan kurikulum di lingkungan internal Kemdikbud dengan melibatkan sejumlah pakar dari berbagai disiplin ilmu dan praktisi pendidikan. Kedua, pemaparan desain Kurikulum 2013 di depan Wakil Presiden selaku Ketua Komite Pendidikan yang telah dilaksanakan pada 13 November 2012 serta di depan Komisi X DPR RI pada 22 November 2012. Ketiga, pelaksanaan uji publik guna mendapatkan tanggapan dari berbagai elemen masyarakat. Salah satu cara yang ditempuh selain melalui saluran daring (on-line) pada laman http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id , juga melalui media massa cetak. Tahap keempat, dilakukan penyempurnaan untuk selanjutnya ditetapkan menjadi Kurikulum 2013.
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan.
Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.
Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik.
Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah bagian dari melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Paparan ini merupakan bagian dari uji publik Kurikulum 2013, yang diharapkan dapat menjaring pendapat dan masukan dari masyarakat.

Menambah Jam Pelajaran
Strategi pengembangan pendidikan dapat dilakukan pada upaya meningkatkan capaian pendidikan melalui pembelajaran siswa aktif berbasis kompetensi; efektivitas pembelajaran melalui kurikulum, dan peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru; serta lama tinggal di sekolah dalam arti penambahan jam pelajaran.
gambar1
skema1
Skema 1. menyajikan tentang Strategi Peningkatan Efektivitas Pembelajaran. Sedang gambar 1. menggambarkan tentang strategi meningkatkan capaian pendidikan, yang digambarkan melalui sumbu x (efektivitas pembelajaran melalui kurikulum, dan peningkatan kompetensi dan prefesionalitas guru), y (pembelajaran siswa aktif berbasis kompetensi) dan z (lama tinggal di sekolah dalam arti penambahan jam pelajaran).
Rasionalitas penambahan jam pelajaran dapat dijelaskan bahwa perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu) dan proses penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output) memerlukan penambahan jam pelajaran. Di banyak negara, seperti AS dan Korea Selatan, akhirakhir ini ada kecenderungan dilakukan menambah jam pelajaran. Diketahui juga bahwa perbandingan dengan negara-negara lain menunjukkan jam pelajaran di Indonesia relatif lebih singkat. Bagaimana dengan pembelajaran di Finlandia yang relatif singkat. Jawabnya, di negara yang tingkat pendidikannya berada di peringkat satu dunia, singkatnya pembelajaran didukung dengan pembelajaran tutorial yang baik.
Penyusunan kurikulum 2013 yang menitikberatkan pada penyederhanaan, tematik-integratif mengacu pada kurikulum 2006 di mana ada beberapa permasalahan di antaranya; (i) konten kurikulum yang masih terlalu padat, ini ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak; (ii) belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional; (iii) kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum; (iv) belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global; (v) standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru; (vi) standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala; dan (vii) dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir.
skema2
skema3
Skema 2 menggambarkan tentang kesenjangan kurikulum yang ada pada konsep kurikulum saat ini dengan konsep ideal. Kurikulum 2013 mengarah ke konsep ideal. Sedang skema 3 menjelaskan alasan terhadap pengembangan kurikulum 2013

KEMDIKBUD


Kurikulum 2013


Oleh Mohammad Nuh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
Artikel ini Sudah Dimuat di Harian Kompas, Kamis, 7 Maret 2013
 
Dalam beberapa bulan terakhir, harian Kompas memuat tulisan dari mereka yang pro ataupun kontra terhadap rencana implementasi Kurikulum 2013. Saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi atas berbagai pandangan tersebut. 
 
Saya berkesimpulan, mereka yang mempertanyakan kurikulum 2013 adalah karena ada perbedaan cara pandang atau belum memahami secara utuh konsep kurikulum berbasis kompetensi yang menjadi dasar Kurikulum 2013. 
Secara falsafati, pendidikan adalah proses panjang dan berkelanjutan untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta, beserta segenap isi dan peradabannya.
 
Dalam UU Sisdiknas, menjadi bermanfaat itu dirumuskan dalam indikator strategis, seperti beriman-bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam memenuhi kebutuhan kompetensi Abad 21, UU Sisdiknas juga memberikan arahan yang jelas, bahwa tujuan pendidikan harus dicapai salah satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan adalah manusia seutuhnya. Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi himpunan kompetensi dalam tiga ranah kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan). Di dalamnya terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar dapat menjadi orang beriman dan bertakwa, berilmu, dan seterusnya.
 
Mengingat pendidikan idealnya proses sepanjang hayat, maka lulusan atau keluaran dari suatu proses pendidikan tertentu harus dipastikan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya secara mandiri sehingga esensi tujuan pendidikan dapat dicapai. 
 
Perencanaan Pembelajaran
 
Dalam usaha menciptakan sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang baik, proses panjang tersebut dibagi menjadi beberapa jenjang, berdasarkan perkembangan dan kebutuhan peserta didik. Setiap jenjang dirancang memiliki proses sesuai perkembangan dan kebutuhan peserta didik sehingga ketidakseimbangan antara input yang diberikan dan kapasitas pemrosesan dapat diminimalkan.
Sebagai konsekuensi dari penjenjangan ini, tujuan pendidikan harus dibagi-bagi menjadi tujuan antara. Pada dasarnya kurikulum merupakan perencanaan pembelajaran yang dirancang berdasarkan tujuan antara di atas. Proses perancangannya diawali dengan menentukan kompetensi lulusan (standar kompetensi lulusan). Hasilnya, kurikulum jenjang satuan pendidikan.
 
Dalam teori manajemen, sebagai sistem perencanaan pembelajaran yang baik, kurikulum harus mencakup empat hal. Pertama, hasil akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik (keluaran), dan dirumuskan sebagai kompetensi lulusan. Kedua, kandungan materi yang harus diajarkan kepada, dan dipelajari oleh peserta didik (masukan/standar isi), dalam usaha membentuk kompetensi lulusan yang diinginkan. Ketiga, pelaksanaan pembelajaran (proses, termasuk metodologi pembelajaran sebagai bagian dari standar proses), supaya ketiga kompetensi yang diinginkan terbentuk pada diri peserta didik. Keempat, penilaian kesesuaian proses dan ketercapaian tujuan pembelajaran sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, proses, dan keluaran tersebut sesuai dengan rencana.
 
Dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi, tak tepat jika ada yang menyampaikan bahwa pemerintah salah sasaran saat merencanakan perubahan kurikulum, karena yang perlu diperbaiki sebenarnya metodologi pembelajaran bukan kurikulum. (Mohammad Abduhzen, “Urgensi Kurikulum 2013”, Kompas, 21/2 dan “Implementasi Pendidikan”, Kompas, 6/3). Hal ini menunjukkan belum dipahaminya secara utuh bahwa kurikulum berbasis kompetensi termasuk mencakup metodologi pembelajaran. 
 
Tanpa metodologi pembelajaran yang sesuai, tak akan terbentuk kompetensi yang diharapkan. Sebagai contoh, dalam Kurikulum 2013, kompetensi lulusan dalam ranah keterampilan untuk SD dirumuskan sebagai “memiliki (melalui mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji,  menalar, mencipta) kemampuan pikir dan tindak yang produktif  dan kreatif, dalam ranah konkret dan  abstrak, sesuai dengan yang  ditugaskan kepadanya.”
Kompetensi semacam ini tak akan tercapai bila pengertian kurikulum diartikan sempit, tak termasuk metodologi pembelajaran. Proses pembentukan kompetensi itu, sudah dirumuskan dengan baik melalui kajian para peneliti, dan akhirnya diterima luas sebagai suatu taksonomi.
 
Pemikiran pengembangan Kurikulum 2013 seperti diuraikan di atas dikembangkan atas dasar taksonomi-taksonomi yang diterima secara luas, kajian KBK 2004 dan KTSP 2006, dan tantangan Abad 21 serta penyiapan Generasi 2045. Dengan demikian, tidaklah tepat apa yang disampaikan Elin Driana, “Gawat Darurat Pendidikan” (Kompas, 14/12/2012) yang mengharapkan sebelum Kurikulum 2013 disahkan, baiknya dilakukan evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya.
 
Mengatakan tidak ada masalah dengan kurikulum saat ini adalah kurang tepat. Sebagai contoh, hasil pembandingan antara materi TIMSS 2011 dan materi kurikulum saat ini, untuk mata pelajaran Matematika dan IPA, menunjukkan, kurang dari 70 persen materi TIMSS yang telah diajarkan sampai dengan kelas VIII SMP.
Belum lagi rumusan kompetensi yang belum sesuai dengan tuntutan UU dan praktik terbaik di dunia, ketidaksesuaian materi matapelajaran dan tumpang tindih yang tidak diperlukan pada beberapa materi matapelajaran, kecepatan pembelajaran yang tidak selaras antarmata pelajaran, dangkalnya materi, proses, dan penilaian pembelajaran, sehingga peserta didik kurang dilatih bernalar dan berfikir. 
 
Kompetensi Inti
 
Kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan pun masih memerlukan rencana pendidikan yang panjang untuk pencapaiannya. Sekali lagi, teori manajemen mengajarkan, untuk memudahkan proses perencanaan dan pengendaliannya, pencapaian jangka panjang perlu dibagi-bagi jadi beberapa tahap sesuai dengan jenjang kelas di mana kurikulum tersebut diterapkan.
 
Sejalan dengan UU, kompetensi inti ibarat anak tangga yang harus ditapak peserta didik untuk sampai pada kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan. Kompetensi inti meningkat seiring meningkatnya usia peserta didik yang dinyatakan dengan meningkatnya kelas.
 
Melalui kompetensi inti, sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan, integrasi vertikal antarkompetensi dasar dapat dijamin, dan peningkatan kemampuan peserta dari kelas ke kelas dapat direncanakan. Sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan multidimensi, kompetensi inti juga memiliki multidimensi. Untuk kemudahan operasionalnya, kompetensi lulusan pada ranah sikap dipecah menjadi dua, yaitu sikap spiritual terkait tujuan membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan kompetensi sikap sosial terkait tujuan membentuk peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. 
 
Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, melainkan untuk dibentuk melalui pembelajaran mata pelajaran-mata pelajaran yang relevan. Setiap mata pelajaran harus tunduk pada kompetensi inti yang telah dirumuskan. Dengan kata lain, semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada kelas tersebut harus berkontribusi terhadap pembentukan kompetensi inti. 
 
Ibaratnya, kompetensi inti merupakan pengikat kompetensi-kompetensi yang harus dihasilkan dengan mempelajari setiap mata pelajaran. Di sini kompetensi inti berperan sebagai integrator horizontal antarmata pelajaran.
 
Dengan pengertian ini, kompetensi inti adalah bebas dari mata pelajaran karena tidak mewakili mata pelajaran tertentu. Kompetensi inti merupakan kebutuhan kompetensi peserta didik, sedangkan mata pelajaran adalah pasokan kompetensi dasar yang akan diserap peserta didik melalui proses pembelajaran yang tepat, menjadi kompetensi inti. Bila pengertian kompetensi inti telah dipahami dengan baik, tentunya tidak akan ada kritikan bahwa Kurikulum 2013 adalah salah dengan alasan pada “Kompetensi Inti Bahasa Indonesia” tidak terdapat kompetensi yang mencerminkan kompetensi Bahasa Indonesia, karena memang tidak ada yang namanya kompetensi inti Bahasa Indonesia, sebagaimana yang dipertanyakan Acep Iwan Saidi, “Petisi untuk Wapres” (Kompas, 2/3).
 
Dalam mendukung kompetensi inti, capaian pembelajaran mata pelajaran diuraikan menjadi kompetensi dasar-kompetensi dasar yang dikelompokkan menjadi empat. Ini  sesuai dengan rumusan kompetensi inti yang didukungnya, yaitu dalam kelompok kompetensi sikap spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan.
 
Uraian kompetensi dasar sedetil ini adalah untuk memastikan bahwa capaian pembelajaran tidak berhenti sampai pengetahuan saja, melainkan harus berlanjut ke keterampilan, dan bermuara pada sikap. 
Kompetensi dasar dalam kelompok kompetensi inti sikap bukanlah untuk peserta didik, karena kompetensi ini tidak diajarkan, tidak dihafalkan, tidak diujikan, tapi sebagai pegangan bagi pendidik, bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut, ada pesan-pesan sosial dan spiritual yang terkandung dalam materinya. Apabila konsep pembentukan kompetensi ini dipahami, dapat mengurangi bahkan menghilangkan kegelisahan yang disampaikan L. Wiliardjo dalam “Yang Indah dan yang Absurd” (Kompas,  22/2)
 
Kedudukan Bahasa
 
Uraian rumusan kompetensi seperti itu masih belum cukup untuk dapat digunakan, terutama saat merancang kurikulum SD (jenjang sekolah paling rendah), tempat dimana peserta didik mulai diperkenalkan banyak kompetensi untuk dikuasai. Pada saat memulainya pun, peserta didik SD masih belum terlatih berfikir abstrak. Dalam kondisi seperti inilah, maka terlebih dahulu perlu dibentuk suatu saluran yang menghubungkan sumber-sumber kompetensi, yang sebagian besarnya abstrak, kepada peserta didik yang masih mulai belajar berfikir abstrak.
 
Di sini peran bahasa menjadi dominan, yaitu sebagai saluran mengantarkan kandungan materi dari semua sumber kompetensi kepada peserta didik.
 
Usaha membentuk saluran sempurna (perfect channels dalam teknologi komunikasi) dapat dilakukan dengan menempatkan bahasa sebagai penghela mata pelajaran-mata pelajaran lain. Dengan kata lain, kandungan materi mata pelajaran lain dijadikan sebagai konteks dalam penggunaan jenis teks yang sesuai dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Melalui pembelajaran tematik integratif dan perumusan kompetensi inti, sebagai pengikat semua kompetensi dasar, pemaduan ini akan dapat dengan mudah direalisasikan.
 
Dengan cara ini pula, maka pembelajaran Bahasa Indonesia dapat dibuat menjadi kontekstual, sesuatu yang hilang pada model pembelajaran Bahasa Indonesia saat ini, sehingga pembelajaran Bahasa Indonesia kurang diminati oleh pendidik maupun peserta didik.
 
Melalui pembelajaran Bahasa Indonesia yang kontekstual, peserta didik sekaligus dilatih menyajikan bermacam kompetensi dasar secara logis dan sistematis. Mengatakan kompetensi dasar Bahasa Indonesia SD, yang memuat penyusunan teks untuk menjelaskan pemahaman peserta didik, terhadap ilmu pengetahuan alam sebagai mengada-ada (Acep Iwan Saidi, “Petisi untuk Wapres”), sama saja dengan melupakan fungsi bahasa sebagai pembawa kandungan ilmu pengetahuan.
 
Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tapi belum terselesaikan karena desakan untuk segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Rumusannya berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda dengan kurikulum berbasis materi, sehingga sangat dimungkinkan terjadi perbedaan persepsi tentang bagaimana kurikulum seharusnya dirancang. Perbedaan ini menyebabkan munculnya berbagai kritik dari yang terbiasa menggunakan kurikulum berbasis materi. Untuk itu ada baiknya memahami lebih dahulu terhadap konstruksi kompetensi dalam kurikulum sesuai koridor yang telah digariskan UU Sisdiknas, sebelum mengkritik. (***)http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/artikel-mendikbud-kurikulum2013

SUBER BELAJAR DAN MEDIA BELAJAR IPA SMP

http://education-vionet.blogspot.com/2012/10/download-materi-pembelajaran-ipa-untuk.html#_
http://www.4shared.com/file/drJcEkTC/Materi_cahaya.html
http://www.4shared.com/file/J6_iUUUG/Materi_tekanan.html
http://www.4shared.com/file/n2xbH1Cn/Materi_usaha_dan_energi.html
http://www.4shared.com/file/UXHI1kvI/Materi_pesawat_sederhana.html
http://urip.files.wordpress.com/2012/07/097-ipa-smp.pdf
http://eprints.uny.ac.id/8117/
http://arifkristanta.wordpress.com/bse-ipa/
http://digilib.unimed.ac.id/UNIMED-Master-01794/23664
http://garuda.kemdikbud.go.id/

Tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

SEJARAH
Awal Kemerdekaan (1945-1950)
Pada prakemerdekaan pendidikan bukan untuk mencerdaskan kaum pribumi, melainkan lebih pada kepentingan kolonial penjajah. Pada bagian ini, semangat menggeloraan ke-Indonesia-an begitu kental sebagai bagian dari membangun identitas diri sebagai bangsa merdeka. Karena itu tidaklah berlebihan jika instruksi menteri saat itu pun berkait dengan upaya memompa semangat perjuangan dengan mewajibkan bagi sekolah untuk mengibarkan sang merah putih setiap hari di halaman sekolah, menyanyikan lagu Indonesia Raya, hingga menghapuskan nyanyian Jepang Kimigayo.
Organisasi kementerian yang saat itu masih bernama Kementerian Pengajaran pun masih sangat sederhana. Tapi kesadaran untuk menyiapkan kurikulum sudah dilakukan. Menteri Pengajaran yang pertama dalam sejarah Republik Indonesia adalah Ki Hadjar Dewantara. Pada Kabinet Syahrir I, Menteri Pengajaran dipercayakan kepada Mr. Mulia. Mr. Mulia melakukan berbagai langkah seperti meneruskan kebijakan menteri sebelumnya di bidang kurikulum berwawasan kebangsaan, memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan, serta menambah jumlah pengajar.
Pada Kabinet Syahrir II, Menteri Pengajaran dijabat Muhammad Sjafei sampai tanggal 2 Oktober 1946. Selanjutnya Menteri Pengajaran dipercayakan kepada Mr. Soewandi hingga 27 Juni 1947. Pada era kepemimpinan Mr. Soewandi ini terbentuk Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia yang diketuai Ki Hadjar Dewantara. Panitia ini bertujuan meletakkan dasar-dasar dan susunan pengajaran baru.
Era Demokrasi Liberal (1951-1959)
Dapat dikatakan pada masa ini stabilitas politik menjadi sesuatu yang langka, demikian halnya dengan program yang bisa dijadikan tonggak, tidak bisa dideskripsikan dengan baik. Selama masa demokrasi liberal, sekitar sembilan tahun, telah terjadi tujuh kali pergantian kabinet. Kabinet Natsir yang terbentuk tanggal 6 September 1950, menunjuk Dr. Bahder Johan sebagai Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan (PP dan K). Mulai bulan April 1951 Kabinet Natsir digantikan Kabinet Sukiman yang menunjuk Mr. Wongsonegoro sebagai Menteri PP dan K. Selanjutnya Dr. Bahder Johan menjabat Menteri PP dan K sekali lagi, kemudian digantikan Mr. Mohammad Yamin, RM. Soewandi, Ki Sarino Mangunpranoto, dan Prof. Dr. Prijono.
Pada periode ini, kebijakan pendidikan merupakan kelanjutan kebijakan menteri periode sebelumnya. Yang menonjol pada era ini adalah lahirnya payung hukum legal formal di bidang pendidikan yaitu UU Pokok Pendidikan Nomor 4 Tahun 1950.
Era Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mengakhiri era demokrasi parlementer, digantikan era demokrasi terpimpin. Di era demokrasi terpimpin banyak ujian yang menimpa bangsa Indonesia. Konfrontasi dengan Belanda dalam masalah Irian Barat, sampai peristiwa G30S/PKI menjadi ujian berat bagi bangsa Indonesia.
Dalam Kabinet Kerja I, 10 Juli 1959 – 18 Februari 1960, status kementerian diubah menjadi menteri muda. Kementerian yang mengurusi pendidikan dibagi menjadi tiga menteri muda. Menteri Muda Bidang Sosial Kulturil dipegang Dr. Prijono, Menteri Muda PP dan K dipegang Sudibjo, dan Menteri Muda Urusan Pengerahan Tenaga Rakyat dipegang Sujono.
Era Orde Baru (1966-1998)
Setelah Pemberontakan G30S/PKI berhasil dipadamkan, terjadilah peralihan dari demokrasi terpimpin ke demokrasi Pancasila. Era tersebut dikenal dengan nama Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto. Kebijakan di bidang pendidikan di era Orde Baru cukup banyak dan beragam mengingat orde ini memegang kekuasaan cukup lama yaitu 32 tahun. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain kewajiban penataran P4 bagi peserta didik, normalisasi kehidupan kampus, bina siswa melalui OSIS, ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan atau EYD, kuliah kerja nyata (KKN) bagi mahasiswa, merintis sekolah pembangunan, dan lain-lain. Pada era ini tepatnya tahun 1978 tahun ajaran baru digeser ke bulan Juni. Pembangunan infrastruktur pendidikan juga berkembang pesat pada era Orde Baru tersebut.
Menteri pendidikan dan kebudayaan di era Orde Baru antara lain Dr. Daud Joesoef, Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, Prof. Dr. Faud Hassan, Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro, dan Prof. Dr. Wiranto Aris Munandar
Era Reformasi (1998-2011)
Setelah berjaya memenangkan enam kali Pemilu, Orde Baru pada akhirnya sampai pada akhir perjalanannya. Pada tahun 1998 Indonesia diterpa krisis politik dan ekonomi. Demonstrasi besar-besaran di tahun tersebut berhasil memaksa Presiden Soeharto meletakkan jabatannya. Kabinet pertama di era reformasi adalah kabinet hasil Pemilu 1999 yang dipimpin Presiden Abdurrahman Wahid. Pada masa ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diubah menjadi Departemen Pendidikan Nasional dengan menunjuk Dr. Yahya Muhaimin sebagai Menteri Pendidikan Nasional. Pada tahun 2001 MPR menurunkan Presiden Abdurrahman Wahid dalam sidang istimewa MPR dan mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai presiden. Di era pemerintahan Presiden Megawati, Mendiknas dijabat Prof. Drs. A. Malik Fadjar, M.Sc.
Pemilihan Umum 2004 dan 2009 rakyat Indonesia memilih presiden secara langsung. Pada dua pemilu tersebut Susilo Bambang Yudhoyono berhasil terpilih menjadi presiden. Selama kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Mendiknas dijabat Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA. Dan Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh. Pada tahun 2011 istilah departemen diganti menjadi kementerian dan pada tahun 2012 bidang pendidikan dan kebudayaan disatukan kembali menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kebijakan pendidikan di era reformasi antara lain perubahan IKIP menjadi universitas, reformasi undang-undang pendidikan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Ujian Nasional (UN), sertifikasi guru dan dosen, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pendidikan karakter, dan lain-lain.


http://mgmpipabwi.blogspot.com/2013/04/contoh-silabus-rpp-kurikulum-2013.html,

Kurikulum 2013 Tidak Menghapus Mata Pelajaran

04/26/2013 (All day)
Jakarta --- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengatakan bahwa Kurikulum 2013 tidak menghapus mata pelajaran, namun hanya pengintegrasian mata pelajaran. Hal ini di sampaikan Mendikbud ketika hadir pada acara dialog praktisi pendidikan katolik di Wisma Sumadi, Klender, Jakarta Timur pada hari Rabu (24/04) kemarin.
Terhadap guru yang mata pelajarannya tidak terdapat dalam kurikulum 2013, akan tetap bisa mengajar untuk mata pelajaran lain. “Bagi guru yang sudah mendapatkan sertifikasi maka akan dikonversi,” tegasnya.
Mendikbud menambahkan bahwa implementasi kurikulum 2013 akan dimulai bulan Juli 2013 secara bertahap dan terbatas. Maksud penerapan secara bertahap yakni tidak seluruh kelas. Setiap jenjang sekolah akan dipilih secara bertahap yaitu hanya untuk tingkat Sekolah Dasar pada kelas 1 dan 4, untuk tingkat SMP pada kelas 7, dan SMA untuk kelas 10.
Dikatakan Menteri Nuh, desain kurikulum 2013 berdasarkan pada UU Sistim Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). “Didalam UU Sisdiknas mengatur kurikulum harus memuat kompetensi, sikap, pengetahuan dan ketrampilan, namun yang paling penting mendapat perhatian serius adalah sikap. Sikap ini diimplementasikan pada kurikulum 2013 yakni sikap spritual, sikap sosial dan ketrampilan,” ujar Mendikbud.
Mengenai pelatihan guru, dijelaskan Mendikbud, akan dimulai pada saat liburan sekolah atau menjelang tahun ajaran baru. Kesiapan guru ini penting karena dalam kurikulum 2013 bertujuan mendorong siswa mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bernalar dan mengkomunikasikan apa yang mereka peroleh setelah menerima pembelajaran. “Oleh karena itu mari kita sama-sama mengawal kurikulum 2013 ini, prinsipnya kita saling menghargai, menghormati apa pendapat orang lain, jangan gara-gara perbedaan penafsiran kurikulum 2013, sekolahnya ditutup,” tandas Mendikbud.
Dalam kesempatan tersebut Mendikbud didampingi Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK dan PMP) Syawal Gultom. (JS)
sumber : http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/berita/1284